sejarah dusun penulih


Pada zaman dahulu ada dukuh yang bernamakan Bumi Gendhongan di karenakan dulu tidak boleh membuat sumur dan tanamannya tidak ada yang terkena penyakit. Penduduknya mayoritas menjadi petani dan pada saat menanam tanaman apa saja harus mengadakan upacara. Salah satu upacara adat yaitu dengan sejoli masak lumbu dengan mambawa lemen (pupuk kandang) kemudian dibawa ke sawah. Setelah itu suaminya harus mencari bambu getek akan tetapi cara bambu tersebut dengan cara mengambil / memulung( nemu) tidak boleh nebang sendiri / beli. Setelah persiapannya sudah lengkap lalu petani pria maupun wanita berangkat menuju sawahnya dan sayur lumbu dan lemen (pupuk kandang) ditumpahkan di cupangan(saluran air menuju ke sawah yang paling tinggi). Adat tersebut di percaya oleh penduduknya, jika tidak melakukan upacra tersebut padinya tidak akan berbuah. “Cara bahasa gon aku kuwi Gabuk” ( bahasa daerahku itu di namakan gabuk).

                Pada suatu hari datang seorang asing ke Bumi Gedongan yaitu bernama Kyai Konthengsama dengan jelmaan ular. Beliau di Bumi Gendhongan cukup lama sehingga tahu sejarahnya dan tau keadaan Bumi Gendhongan yang di kelilingi gunung. Kemudian Kyai Kontheng mempunyai rencana “yen Bumi Gendhongan mau di buat tekaga/ danau. Akhirnya Kyai Kontheng menggiring batu  dari sunga Merawu dengan menggunakan sada lanang ( lidi), batu tersebut rencananya untuk memebendung Gunung Panongan dengan Phuntuk Agon.

                Di Gunung Tunggangan Kyai Kontheng membuat pancuran (aliran sunga/ ilen banyu), setelah selesai Kyai Kontheng akhirnya pulang ke Gunung Urip akan tetapi beliau  terkejut dan merasa bingung sebab di Bumi Gendhongan ada seorang perawan ( gadis) sedang Musoni( ngantih / membuat lawe wenang atau menganyam benang), gadis tersebut bernama Nyai Santrem.kemudian  Kyai Kontheng  menggiring batu dari Gunung Merawu yang semula di gunakan untuk membendung akhirnya di gagalkan dan sekarang Gunung Urip diganti dengan Gunung  Sinumpuk. Sehingga Bumi Gendhongan tidak jadi di jadikan telaga kemudian Bumi Gendhongan di beri nama Penulih, sebab ketika akan dibuat telaga Kyai Kontheng menolah-noleh melihat sekitar gunung panongan, ternyata ada seorang perawan (gadis)  sedang musosi (menganyam) sehingga Bumi Gedhongan tidak jadi dibuat telaga. Kemudian datanglah seorang pemgembala yang bernama Kyai Kendil Wesi yang kemudian menetap dan bercocok tanam  dan serta berdagang di Dukuh Penulih. Kyai Kendil Wesi kemudian membabat hutan untuk di jadikan pemukiman dan semakin kesini penduduknya semakin bertambah, beliau juga sebagai penyiar agama islam dan di juluki Kyai Abdul Ghoni karena beliau masyarakatnya taat beribadah dan sering dzikir (kalau dzikir kepalanya geleng- geleng).


Total Dibaca